Selasa, 14 September 2010

HUKUM KASIH MENGGENAPI HUKUM TAURAT

Fajar Yehuda
Judul Artikel: HUKUM KASIH MENGGENAPI HUKUM TAURAT MUSA
14 September 2010


DAFTAR ISI:

I. KETIDAKBERDAYAAN HUKUM TAURAT
II. AMAL IBADAH & SEGALA PERBUATAN BAIK RAJA DAUD TIDAK DAPAT MENYELAMATKAN DIRINYA DARI KOSEKUENSI DOSA, YAITU MAUT!
III. HUKUM YANG MEMBEBASKAN MANUSIA DARI DOSA

===============================================================
===============================================================
I. KETIDAKBERDAYAAN HUKUM TAURAT

TUHAN berfirman kepada Musa: “Naiklah menghadap Aku, ke atas gunung, dan tinggalah disana, maka Aku akan memberikan kepadamu loh batu, yakni hukum dan perintah, yang telah Kutuliskan untuk diajarkan kepada mereka.”
(Keluaran 24: 12)


Hukum Taurat atau dikenal juga sebagai hukum Musa, diukir oleh Allah di atas loh batu dan kemudian hukum itu diajarkan kepada bangsa Israel melalui perantaraan nabi Musa. Hukum itu berisikan ketetapan dan perintah Allah untuk dilakukan oleh bangsa Israel. Namun, sesunggunya hukum Taurat hanyalah gambaran samar-samar dari akan datangnya hukum yang lebih mulia dan agung, yaitu hukum yang akan membebaskan manusia dari hukum dosa dan maut. Hukum yang tertulis itu akan digenapi dan tahap selanjutnya adalah diberlakukannya hukum yang tidak tertulis yaitu Roh Allah yang membebaskan! Sebab Tuhan adalah Roh; dan dimana ada Roh Allah, disitu ada kemerdekaan (2 Kor. 3: 17)

Hukum yang tertulis itu telah gagal untuk membawa manusia ke dalam hidup serta memerdekakan dari dosa dan maut, dan hal ini bukan dikarenakan hukum-hukum tertulis itu tidak baik dan kudus namun ini semua terjadi oleh karena tabiat keberdosaan manusia. Hukum Taurat tidak berdaya untuk menyelamatkan oleh karena dosa!

“Sesungguhnya, akan datang waktunya, demikianlah firman TUHAN, Aku akan mengadakan perjanjian baru dengan kaum Israel dan kaum Yehuda, bukan seperti perjanjian yang telah Kuadakan dengan nenek moyang mereka pada waktu Aku memegang tangan mereka keluar dari tanah Mesir; perjanjian-Ku itu telah mereka ingkari, meskipun Aku menjadi tuan yang berkuasa atas mereka demikianlah firman TUHAN”.
(Yeremia 31: 31-32)


Sekalipun hukum-hukum tertulis itu tidak dapat membawa manusia ke dalam hidup namun Allah telah merancangkan suatu perjanjian yang baru kepada kaum Israel dan kaum Yehuda (Pada masa itu Israel terbagi jadi 2 kerajaan). Yeremia 31 ayat 31-32 diatas menjelaskan bahwa perjanjian baru itu adalah perjanjian yang berbeda dari perjanjian sebelumnya. Dalam ayatnya yang ke-33 sampai 34 kita dapat memahami cara kerja perjanjian yang baru itu.

“Tetapi beginilah perjanjian yang Kuadakan dengan kaum Israel sesudah waktu itu, demikianlah firman TUHAN: Aku akan menaruh Taurat-Ku dalam batin mereka dan menuliskannya dalam hati mereka; maka Aku akan menjadi Allah mereka dan mereka akan menjadi umat-Ku. Dan tidak usah lagi orang mengajar sesamanya atau mengajar saudaranya dengan mengatakan: Kenallah TUHAN! Sebab mereka semua, besar kecil, akan mengenal Aku, demikianlah firman TUHAN, sebab Aku akan mengampuni kesalahan mereka dan tidak lagi mengingat dosa mereka.”
(Yeremia 31: 33-34)


Apabila kita memperhatikan perkataan Allah mengenai perjanjian yang baru itu kita dapat memahami empat (4) hal:

1. Perjanjian baru itu adalah hukum-hukum yang tidak tertulis
2. Allah akan mengukir hukum-hukum yang tidak tertulis itu di dalam batin dan hati
3. Semua manusia akan langsung dapat memandang dan berkomunikasi dengan Allah sekalipun mereka belum sepenuhnya lepas dari ikatan dosa dan kesalahan
4. Melalui hukum yang tak tertulis itu, Allah dapat dengan bebas mengampuni kesalahan bahkan dosa setiap orang yang percaya kepada-Nya yang telah menaruh hukum yang tak tertulis itu.

Pertanyaannya adalah bagaimana caranya Allah bisa menaruh hukum-Nya itu di dalam hati dan batin setiap manusia dan bagaimanakah hukum dalam perjanjian yang baru itu dapat membebaskan manusia dari dosa dan maut? Apakah kedua hal itu dapat diwujudkan hanya mengumpulkan amal ibadah dan perbuatan-perbuatan baik dengan melakukan ketetapan-ketetapan hukum tertulis Taurat yang telah disampaikan oleh perantaraan Musa? Mari kita pahami sepenuhnya.



II. AMAL IBADAH & SEGALA PERBUATAN BAIK RAJA DAUD TIDAK DAPAT MENYELAMATKAN DIRINYA DARI KOSEKUENSI DOSA, YAITU MAUT!

Kesepuluh hukum Taurat yang telah diberikan Allah kepada Musa yaitu pada loh-loh batu itu hanya dapat bekerja dari luar diri manusia saja. Hukum-hukum tertulis itu tidak mampu untuk membimbing manusia ke dalam kemerdekaan atas perbudakan dosa dan maut. Raja Daud yang hidup kurang lebih 200 tahun setelah zaman Musa adalah seorang raja Isarel yang kesukaannya adalah Taurat TUHAN (Maz. 40:9) namun sayang hanya dalam beberapa waktu ia telah menjadi seorang pembohong, penzinah, pencuri dan menista kekudusan Allah. Dalam 2 Samuel pasal 11 dan 12 kita dapat membaca dengan jelas kesalahan fatal raja Daud ketika ia berzinah dengan Batsyeba dan membunuh suaminya. Ketika TUHAN mengutus nabi Natan untuk memperingatkannya, raja Daud kemudian mengakui dosa besarnya, ia tidak mencari-cari alasan untuk membenarkan perbuatan jahatnya itu dengan berkata “saya kan hanya mau menolong perempuan yang ditinggal mati suaminya” atau “Saya kan raja Israel yang diangkat oleh Allah menjadi pemimpin Isarel”.

Raja Daud menyadari dosa dan kesalahannya itu dan seharusnya dapat langsung mati saat itu namun oleh karena kasih karunia TUHAN ia medapat pengampunan namun dengan kosekuensi yang cukup berat. Hukum Taurat adalah satu kesatuan. Apabila seseorang tidak berzinah tetapi membunuh, maka ia pelanggar hukum juga sebab Allah yang mengatakan jangan berzinah, Dia juga yang berkata jangan membunuh(Yak.2: 11) serta jangan mencuri, berbohong, mengingini kepunyaan sesama. Yesus mengatakan “…yang satu harus dilakukan dan yang lain jangan diabaikan.” (Mat.23:23). Jadi hal ini berarti bahwa pelanggaran atas satu hukum Taurat sama saja artinya dengan melanggar semua hukum itu!

Raja Daud adalah orang yang suka Taurat Tuhan dan pasti ia adalah raja yang suka melakukan kebaikan dan amal ibadah seumur hidupnya namun ketika ia berbuat dosa, ia tidak dapat lepas begitu saja dari dosa nya itu hanya oleh karena pertimbangan amal ibadahnya dan segala perbuatan baiknya selama ini. Inliah hukumnya: Upah dosa adalah maut (Roma 6:23). Raja Daud tidak mati saat itu juga akibat dari dosa yang telah diperbuatnya oleh karena kasih karunia Allah belaka bukan oleh karena ia adalah raja budiman, suka beramal, rajin beribadah di Bait Allah dan menjunjung tinggi hukum-hukum tertulis Taurat. Jangan kita berfikir bahwa perbuatan baik dan berpuasa sampai botak sariawan dengan maksud menyiksa diri sanggup mengahapus dosa. Dosa tetaplah dosa dan dosa bukanlah sesuatu yang abstrak yang kelihatannya ringan dan tipis! Jangan menganggap enteng hal ini. Hukum Allah tetap harus dilaksanakan. Orang yang berbuat dosa harus diserahkan ke dalam kuasa maut dan api neraka!

“…..: Kebenaran orang benar tidak menyelamatkan dia, pada waktu ia jatuh dalam pelanggaran…”
(Yehezkiel 33: 12)


Hukum-hukum tertulis, yang telah disampaikan Allah melalui Musa, yang disukai oleh raja Daud ternyata tidak dapat membebaskan dia dari hukum dosa dan hukum maut. Hukum tertulis itu malah menuntut agar raja Daud mati dan menjadi tawanan maut! Namun oleh karena kasih karunia Allah, dosa raja Daud dijauhkan dari padanya, bukan “dihapus” tetapi hanya “dijauhkan”. Kata “dijauhkan” memiliki makna bahwa Allah membentengi raja Daud dengan ke-Mahakudusan-Nya! Akan tetapi bayi yang dilahirkan Batsyeba itu harus mati karena raja Daud telah menista nama Allah dengan perbuatan jahatnya. Setelah raja Daud mendengar bahwa bayinya itu akan mati lalu ia berpuasa dan menyiksa dirinya dengan maksud agar Allah tidak mengambil nyawa bayi itu. Tetapi Allah tidak menghendakinya sehingga bayi itu memang harus mati dan hal ini bukan berarti juga bayi itu pasti berada dalam maut sebab sekalipun ia memiliki tabiat dosa (tidak suci) namun ia belum berbuat dosa dan ia juga belum mengenal hukum Taurat. Oleh sebab itu Ayub di dalam kesengsaraannya lebih memilih tidak dilahirkan ke dalam dunia. Dalam Ayub 3: 3,4, 11-13, 16 kita dapat memahaminya dengan seksama:

Maka berbicaralah Ayub:
(ayat 3) Biarlah hilang lenyap hari kelahiranku dan malam yang mengatakan: Seorang anak laki-laki telah ada dalam kandungan.
(ayat 4) Biarlah hari itu menjadi kegelapan, janganlah kiranya Allah yang diatas menghiraukannya, dan janganlah cahaya terang menyinarinya.
(ayat 11) Mengapa aku tidak mati waktu aku dilahirkan, atau binasa waktu aku keluar dari kandungan?
(ayat 12) Mengapa pangkuan menerima aku; mengapa ada buah dada, sehingga aku dapat menyusu?
(ayat 16) Atau mengapa aku tidak seperti anak gugur yang disembunyikan, seperti bayi yang tidak melihat terang?

Ayub telah kehilangan semua anak lai-laki dan perempuannya dan seluruh harta bendanya oleh karena malapetaka yang dari si jahat padahal ia adalah seorang yang saleh dan tidak melakukan kejahatan seperti halnya raja Daud, namun sesungguhnya Iblis mencobai Ayub dengan seizin Allah. Ia lebih memilih mati saat ia bayi atau tidak dilahirkan sama sekali daripada harus menderita penderitaan fisik dan mental dan berpeluang masuk ke dalam maut. Namun Ayub yakin bahwa Allah akan memihaknya oleh sebab itu pada pasal 19 ayat 25, Ayub menubuatkan tentang kebangkitan Yesus dari antara orang mati. Inilah pengharapan Ayub atas keselamatan dari Allah yaitu kemenangan Yesus atas maut. Ayub memandang jauh kedepan tentang keselamatan sejati untuk semua umat manusia.

Ayub berkata:
“Tetapi aku tahu: Penebusku hidup, dan akhirnya Ia akan bangkit di atas debu”.
(Ayub 19: 25)


Mengenai anak-anak kecil (termasuk juga bayi), Yesus berkata sebab orang-orang seperti itulah yang empunya kerajaan surga (Mat. 19:14), bahkan Yesus menegaskan bahwa jangan menyesatkan anak-anak kecil yang percya kepada Yesus sebab ada malaikat mereka di surga yang selalu memandang wajah Allah (Mat.18: 6&10). Sebab kita tahu bahwa Allah tidak menciptakan dengan tanah sosok Adam dan Hawa dengan bentuk bayi mungil di taman Eden dan lagipula dosa dam maut menjalar ke semua manusia oleh karena perbuatan dosa! Jadi, bayi yang mati dengan tabiat dosa turunannya tidak berhak untuk masuk ke dalam maut. Namun, barangsiapa yang membunuh seorang bayi atau anak kecil tidak akan luput dari maut dan neraka! Apakah bayi hasil zinah raja Daud itu masuk ke dalam maut? Tentu saja tidak.

Dalam Mazmur 51, kita dapat membaca dengan jelas isi doa pengakuan dosa raja Daud. Di ayat 7, akhirnya raja Daud mengaku ketidakberdayaannya atas tabiat dosa yang ada dalam dirinya. Ia berkata: “Sesungguhnya, dalam kesalahan aku diperanakkan, dalam dosa aku dikandung ibuku.” (Maz.51:7). Raja Daud yang menyukai hukum-hukum tertulis itu akhirnya harus mengakui bahwa sesungguhnya setiap manusia yang sudah diperanakkan dan dikandung dalam kesalahan dan dosa sejak dari dalam kandungan seorang perempuan. Memang, dosa besar raja Daud itu hanya dijauhkan saja bukan dihapus dan hukum-hukum tertulis itu tidak mampu menghapus dosanya dan apabila raja Daud dapat hidup sampai masa tuanya itu adalah karena kasih karunia TUHAN. Kematian bayi hasil zinahnya itu merupakan penegasan dari Allah bahwa itu adalah kosekuensi dari penghinaan nama TUHAN. Kematian bayi itu bukan dikarenakan dosa raja Daud tetapi sebagai bentuk hubungannya dengan Alah yang retak! Raja Daud seharusnya mati saat itu juga dalam dosanya sebab hukum Taurat memang menuntutnya demikian.

Hukum Taurat menuntut agar raja Daud diserahkan ke dalam maut oleh karena dosanya namun Allah tidak menghendaki ia nantinya tinggal di alam maut oleh sebab itu Allah menjauhkan dosa itu. Sesungguhnya dalam peristiwa ini Allah telah menggambarkan bagaimana Dia nantinya dapat dengan bebas mengampuni dosa-dosa manusia dengan suatu perjanjian yang baru yang akan diadakan-Nya ketika Dia datang ke dunia sebagai seorang manusia. Perjanjian baru yang memiliki hukum-hukum yang terukir dalam batin dan hati manusia yang dilakukan oleh Roh Allah yang Mahakudus. Suatu bentuk hukum yang tidak dapat dilihat oleh mata jasmani manusia. Hukum tak tertulis itu bernama hukum kasih.

Yesus Kristus berkata:
“Jangan kamu menyangka bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya.”
(Matius 5: 17)




III. HUKUM YANG MEMBEBASKAN MANUSIA DARI DOSA

1000 tahun setelah zaman raja Daud, Allah datang ke dalam dunia di dalam nama Yesus Kristus. Kedatangan-Nya ialah untuk menggenapi hukum-hukum tertulis itu yaitu Taurat. Namun agaknya orang-orang golongan Farisi mengganggap Yesus telah melanggar beberapa perintah hukum Taurat. Mereka menuduh bahwa menyembuhkan penyakit dan orang cacat fisik (Yoh.5: 1-18; 9) dan melakuan pekerjaan kecil seperti memetik bulir gandum(Mat. 12:1-8)pada hari Sabat adalah melanggar perintah tertulis hukum Taurat! Mereka menuduh Yesus dan para murid-Nya melanggar hukum tertulis itu dengan melakukan pekerjaan tersebut.

Golongan Farisi dan ahli Taurat kedua-duanya adalah golongan yang mengabdikan dirinya pada hukum yang tertulis. Mereka meyakini bahwa hukum tertulis itu adalah hukum yang akan memberikan keselamatan kepada manusia. Dengan memperaktekan hukum-hukum tertulis itu manusia akan mendapat keselamatan dari Allah. Dan tampaknya mereka tidak memahami bahwa sesungguhnya ada kira-kira 3000 orang yang tewas pada hari ketika hukum Taurat itu telah diberikan kepada Musa (lih. Keluaran 32: 28). Jangan kita berpikir bahwa hukum Taurat adalah tidak baik sebab sebenarnya permasalahannya adalah pada tabiat dosa pada diri manusia itu sendiri. Hukum Taurat adalah kudus, benar dan baik tetapi oleh karena keberdosaan manusialah maka kematian harus menjadi kosekuensinya bagi siapa yang melanggar hukum Taurat.

Hari Sabat atau hari ketujuh adalah hari perhentian TUHAN saat Dia menciptakan langit dan bumi (Kel.20:11; 31:15; 35:2) namun dalam Ulangan 5: 15, ditambahkan pula bahwa hari Sabat juga dirayakan sebagai hari ketika Allah telah membebaskan bangsa Israel dari perbudakkan di Mesir. Allah memerintahkan agar bangsa itu untuk menguduskan hari Sabat dengan tidak melakukan pekerjaan apapun. Kalimat “menguduskan hari Sabat” berarti bahwa jangan ada seorang pun yang melakukan perbuatan dosa sebab baragsiapa yang melanggar hari Sabat akan dihukum mati!

Allah berfirman untuk menguduskan hari Sabat, hal ini bukan berarti bahwa Allah melarang perbuatan baik yang dilakukan pada hari Sabat. Hari Sabat adalah hari yang kudus dan perbuatan baik adalah bagian dari kekudusan Allah. Jadi tidak ada alasan bagi orang Farisi untuk keberatan apabila Yesus menyembuhkan orang yang sakit pada hari Sabat. Yesus berkata kepada orang-orang Farisi: “…dan kamu menyunat orang pada hari Sabat! Jikalau seorang menerima sunat pada hari Sabat, supaya jangan melanggar hukum Musa, mengapa kamu marah kepada-Ku, karena Aku menyembuhkan seluruh tubuh seorang manusia pada hari sabat.”(Yoh.7: 22-23). Jadi benarlah kecaman Yesus terhadap orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat dengan berkata: “Mereka mengikat beban-beban berat, lalu meletakkannya di atas bahu orang, tetapi mereka sendiri tidak mau menyentuhnya.”(Mat.23: 4) Yesus mengecam kemunafikkan mereka dalam menjalankan hukum-hukum tertulis Taurat itu. Mereka menganggap Yesus telah melanggar kekudusan hari Sabat dan layak untuk hukuman mati namun mereka sendiri pada masa itu menyunatkan seseorang pada hari Sabat agar tidak melanggar hukum Taurat (Musa) dan anehnya mereka tidak menganggap diri mereka sebagai pelanggar hukum itu dan layak untuk mati.

Permasalahannya terletak pada sikap orang-orang Farisi yang cepat untuk menghakimi orang menurut apa yang dilihatnya, sebenarnya perbuatan menyunat pada hari Sabat dan menyembuhkan seluruh tubuh orang pada hari Sabat adalah hal yang baik dan benar di mata Allah. Sebab yang terpenting dalam hukum Taurat adalah Keadilan, belas kasihan dan kesetiaan (Mat. 23: 23). Orang-orang yang masih terikat dengan perjanjian lama tidak dapat melihat hukum-hukum yang tidak tertulis yang lebih agung dari pada hukum-hukum tertulis yang terkesan legalistis dan agamawi.

Pada hari Sabat, murid-murid Yesus memetik bulir gandum untuk dimakan karena mereka lapar pada saat itu namun orang-orang Farisi berkata kepada Yesus bahwa para murid itu telah melakukan suatu pekerjaan pada hari Sabat dan hukuman mati layak untuk mereka. Dari beberapa jawaban Yesus, saya sangat terkesan dengan analogi kedua yang diberikan Yesus sebagai jawaban atas kefanatikkan mereka. Yesus berkata “Atau tidakkah kamu baca dalam kitab Taurat, bahwa pada hari-hari Sabat, imam-imam melanggar hukum Sabat di dalam Bait Allah, namun tidak bersalah?” (Mat.12: 5). Jawaban Yesus ini diambil dari peristiwa yang dicatat dalam Bilangan 28: 9-10 yang menyatakan bahwa Allah berfirman kepada Musa tentang persembahan-persembahan yang harus dipersembahkan bangsa Israel kepada Allah. Untuk korban hari Sabat, Allah memerintahkan agar para imam-imam harus mengolah dengan minyak dua ekor domba berumur setahun dan dua persepuluh efa tepung yang terbaik dan korban curahan sebagai persembahan pada tiap-tiap hari Sabat. Apakah para imam-imam itu dapat dikatakan sebagai pelanggar hari Sabat?

Para imam-imam mengadakan korban Sabat itu di dalam Bait Allah pada hari Sabat tetapi Yesus berkata kepada orang-orang Farisi bahwa Diri-Nya adalah yang melebihi Bait Allah dan Tuhan atas hari Sabat dan dengan mengutip Hosea 6: 6, Yesus menjelaskan bahwa Allah menyukai kasih setia, dan bukan korban sembelihan, dan menyukai pengenalan akan Allah, lebih dari pada korban-korban bakaran. Kasih adalah inti dari hukum-hukum Taurat dan kitab-kitab para nabi. Sebagai Tuhan atas hari Sabat, Yesus kembali menegaskan bahwa bahwa boleh berbuat baik pada hari Sabat (Mat.12: 12).

Mengapa Yesus melepaskan hukuman rajam seorang perempuan yang kedapatan berzinah? Pertama, karena orang-orang yang ingin merajam perempuan itu ternyata juga pelanggar hukum Taurat. Kedua, karena Allah di dalam nama Yesus Kristus lebih menyukai belas kasihan dari pada huruf-huruf tertulis hukum Musa.

“Kasih tidak berbuat jahat terhadap sesama manusia, karena itu kasih adalah kegenapan hukum Taurat.”
(Roma 13: 10)


Dalam zaman Perjanjian Lama, Allah telah menubuatkan tentang perjanjian yang baru itu. Dan hal ini dapat terlihat jelas ketika Allah berfirman”

“Roh-Ku akan Kuberikan diam di dalam batinmu dan Aku akan membuat kamu hidup menurut segala ketetapan-Ku dan tetap berpegang pada peraturan-peraturan-Ku dan melakukannya.”
(Yehezkiel 36: 27)


Janji ini pertama-pertama diberikan kepada bangsa Israel (Yahudi) sebagai pembaharuan dari perjanjian yang lama dan selanjutnya akan dinikmati oleh semua bangsa non-Yahudi. Yesus sendiri menjelaskan bahwa “keselamatan datang dari bangsa Yahudi” (Yoh.4:22). Perjanjian baru ini adalah hukum-hukum tak tertulis yang dapat membawa manusia ke dalam keselamatan dan kesempurnaan. Hukum-hukum tak tertulis ini hanya dapat diberikan Allah pada siapapun yang percaya kepada Yesus. Sebab Yesus telah mengggenapi seluruh hukum-hukum tertulis Musa selama hidup-Nya di dunia.

Hukum-hukum tak tertulis ini hanya dapat diukir dialam batin dan hati manusia melalui Roh Allah yang Mahakudus. Dan Roh Allah itu hanya dapat bekerja di dalam hati manusia yang telah menerima Yesus Kristus sebagai Juruselamat pribadinya. Roh Kudus Allah itu juga disebut sebagai Roh Kebenaran (Yoh. 14: 16-17), dan mengenai Roh itu Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: “Dunia tidak dapat menerima Dia, sebab dunia tidak melihat Dia dan tidak mengenal Dia. Tetapi kamu mengenal Dia, sebab Ia menyertai kamu dan akan diam di dalam kamu” (Yoh.14:17)

Kesimpulanya adalah tubuh jasmaniah Yesus Kristus dapat diartikan sebagai lambang bentuk fisik dari hukum Taurat dan sifat ke-ilahian Yesus Kristus dapat diartikan sebagai bentuk tak tertulis dari hukum Taurat itu. Jadi, dalam keadaan-Nya sebagai manusia, Allah di dalam nama Yesus berhak melimpahkan semua tuntutan hukum Taurat atas pelanggaran manusia di dalam tubuh jasmaniah-Nya. Oleh sebab itu Yesus dapat memiliki akses ke dalam maut. Semua pelanggar hukum Taurat harus mati saat itu juga tetapi oleh karena Yesus Kristus telah menang atas maut melalui kebangkitan-Nya, Allah melalui Dia berhak untuk mengampuni dosa-dosa manusia yang mau percaya dan tetap bertekun dalam ajaran kasih-Nya melalui Roh Kudus.

Bertekun dalam ajaran Yesus berarti bahwa orang itu memberikan hati dan batinnya untuk diukir oleh hukum kasih melalui Roh Kudus yang telah ia terima melalui iman kepada Yesus Kristus. Proses penyempurnaan dari dalam itu akan terus bekerja seumur hidup orang itu. Sekalipun orang itu jatuh dalam pelanggaran namun Roh Kudus akan memberikan jalan keluar atas setiap pelanggaran dan kesalahanya itu. Roh itu akan memimpin manusia ke dalam keselamatan dan kesempurnaan. Jaminan surga telah diberikan Allah dengan Cuma-Cuma melalui iman di dalam Yesus Kristus! Hukum-hukum tertulis Taurat telah disampaikan oleh Musa namun hukum-hukum tak tertulis (Kasih) itu disampaikan oleh Roh Kudus Allah dari dalam hati dan batin orang yang percaya kepada Yesus.

Sebelum bertobat, Paulus dulunya adalah seorang Farisi yang sangat bersemangat untuk membunuh dan menganiaya orang-orang yang mengikuti Jalan Tuhan. Namun setelah ia dibebaskan dari hukum-hukum tertulis itu melalui kasih karunia Allah dan menjadi murid Yesus Kristus, ia berkata:

“Demikianlah besarnya keyakinan kami kepada Allah oleh Kristus. Dengan diri kami sendiri kami tidak sanggup untuk memeperhitungkan sesuatu seolah-olah pekerjaan kami sendiri; tidak, kesanggupan kami adalah pekerjaan Allah. Ialah membuat kami juga sanggup menjadi pelayan-pelayan dari suatu perjanjian baru, yang tidak terdiri dari hukum yang tertulis, tetapi dari Roh, sebab hukum yang tertulis mematikan, tetapi Roh menghidupkan.”
(2 Kor. 3:4-6)


Untuk menutup artikel ini, mari kita renungkan firman Tuhan yang disampaikan melalui rasul-Nya, Paulus di bawah ini:

“Sebab Tuhan adalah Roh; dan dimana ada Roh Allah di situ ada kemerdekaan. Dan kita semua mencerminkan kemuliaan Tuhan dengan muka yang tidak terselubung. Dan karena kemuliaan itu datangnya dari Tuhan yang adalah Roh, maka kita diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya, dalam kemuliaan yang semakin besar.”
(2 Kor. 3: 17-18)


Bukankah sebelumnya, Allah telah berfirman: “Roh-Ku akan Kuberikan diam di dalam batinmu dan Aku akan membuat kamu hidup menurut segala ketetapan-Ku dan tetap berpegang pada peraturan-peraturan-Ku dan melakukannya.”
(Yehezkiel 36: 27)